bisnis internet

Minggu, 18 Juli 2010

PRODUK PERBANKAN SYARIAH (Perbandingan Mudharabah dan Musyarakah

PERBANDINGAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH

OLEH
ABDURRAHIM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang bersifat universal, agama yang memberikan aturan-aturan yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia. Sehingga semua manusia yang menjalankan aturan yang ada dalam agama Islam akan selamat baik di dunia maupun di akhirat.
Semua aturan yang berasal dari agama Islam bukanlah suatu yang memberatkan bagi orang-orang yang ikhlas dalam melaksanakannya, karena dibalik semua aturan yang ada dalam agama Islam akan memberikan manfaat atau hikmah sehingga manusia tersebut mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena tujuan hidup adalah untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Dari sebagian aturan yang diajarkan dalam agama Islam adalah tentang muamalah, yaitu hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan pemutaran harta . Manusia adalah makhluk sosial, sehingga perlu adanya hubungan dengan manusia lainnya. Baik hubungan dalam hal tolong-menolong maupun dalam hal bisnis atau usaha.
Dalam bisnis atau usaha ada yang dikenal dengan usaha kerjasama, dalam Islam dikenal beberapa jenis kerjasama, di antarnya adalah mudharabah dan musyarakah, di mana kerjasama ini mempunyai pengertian yang berbeda dan operasional yang berbeda.
Sehingga dengan ini saya ingin membuat makalah yang berkenaan dengan latar belakang di atas dengan judul: "Perbedaan Mudharabah dengan Musyarakah"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah: untuk mengetahui bagaimanakah perbedaan mudharabah dengan Musyarakah?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah dan Musyarakah
Mudharabah berasal dari kata adhdharby fil ardhi yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dam memperoleh sebagian keuntungan.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana.
Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau shirkah atau kemitraan.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.

B. Dasar Hukum Mudharabah dan Musyarakah
Dasar hukum mudharabah adalah
1. Al-quran:
….. Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah,….. (Al-Muzzamil : 20)
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Al-Jumuah : 10)
2. Al-Hadits
Dari shalih bin Suaib ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradah (mudharabah), dan memcampuradukan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah)

Dasar hukum musyarkah adalah
1. Al-quran
….. Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu …. (An-Nisa: 12)
 ... Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; ….. (Shaad: 24)
2. Al-Hadist:
Dari Abu Hurairah rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah Azza wa jala berfirman, 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya" (HR. Abu Dawud)

C. Rukun dan Ketentuan Syariah Mudharabah dan Musyarakah
Rukun dan ketentuan syariah mudharabah
Rukun mudharabah ada empat, yaitu:
1. Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola modal
2. Objek Mudharabah, berupa: modal dan kerja
3. Ijab Kabul atau serah terima
4. Nisbah keuntungan
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut
1. Pelaku
a. pelaku harus cakap hukum dan baligh.
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
2. Objek mudharabah (Modal dan Kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad mudharabah.
• Modal
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau asset lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
b. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik dan tidak memberikan kontribusi apa pun padahal pengelola dana harus bekerja.
c. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
e. Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjam modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
• Kerja
a. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.
b. Kerja adalah hak pengelola dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
c. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
d. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
e. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dan sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan atau ganti rugi atau upah.
3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida atau rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Nisbah Keuntungan
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas pernyataan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masing-masing porsi, maka pembagiannya menjadi 50% dan 50%.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
Rukun dan ketentuan syariah musyarkah
Rukun musyarkah ada empat, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas para mitra
2. Objek musyarakah berupa modal dan kerja
3. Ijab kabul atau serah terima
4. Nisbah keuntungan
Ketentuan Syariah
1. Pelaku: para mitra harus cakap hukum
2. Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad musyarkah yaitu harus ada modal dan kerja.
• Modal
a. Modal yang diberikan harus tunai.
b. Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
c. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk monkas, maka harus ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
d. Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan modal dari masing-masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian perlengkapan kantor.
e. Dalam kondisi norma, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
f. Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha mesyarakah, demikian, juga meminjamkan uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
g. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk kepentingannya sendiri.
h. Pada prinsipnya dalam musyarkan tidak boleh ada pemjaminan modal, seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip alghunmu bi al ghurmi—hak untuk mendapat keuntungan berhubungan denga resiko yang diterima.
i. Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah.
• Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
b. Tidak dibenarkan jika salah seoarang di antara mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kemitraan.
c. Meskipun porsi kerja antara lainnya tidak harus sama. Mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar.
d. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
e. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai syariah.
f. Seorang mitra yang melakukan pekerjaan diluar wilayah yang ia sepakati, berhak mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia sendiri yang melakukan pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan yang dibayar untuk pekerjaan itu di tempat lain, karena biaya pekerjaan tersebut merupakan tanggungan musyarakah.
g. Jika seorang mitra memperkerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida atau rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Nisbah
a. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan di antara para mitra dapat dihilangkan.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau laba.
d. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
e. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungan sendiri dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama resiko.
f. Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemanusiaan tertentu atau untuk cadangan.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dengan penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa mudharabah adalah jenis kerjasama yang mana satu pihak memberikan modal dan satu pihak memberikan kerja, yaitu pengelolaan terhadapat modal tersebut untuk tujuan menghasilkan keuntungan, dan pembagian keuntungan tersebut dibagi sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Sedangkan musyarkah adalah jenis kerjasama yang antara dua pihak atau lebih sama–sama memberikan modal dan sama-sama memberikan kerja, modal dan kerja boleh tidak sama. Dalam kerja para pihak bisa memberikan kerja seperti sebagai pengelola atau pun manajemen dalam pengelolan, sehingga pembagian keuntungan pun sesuai porsi modal dan kerja yang diberikan serta kesepakatan para pihak dalam musyarakah.

DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi, M.Si, Fiqh Muamalah, Jakart: PT RajaGrafindo Persada, 2007
Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2008
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004





Tidak ada komentar:

Posting Komentar